Rois dan Tajul Muluk adalah kakak beradik yang jatuh cinta pada gadis yang sama. Mereka berdua sama sama pemeluk Syiah. Namun persaingan asmara ini mendorong Rois berpindah ke kelompok Sunni. “Dia pindah ke pihak lawan Tajul Muluk untuk membangun kekuatan buat mengalahkan adiknya. Jadi dia meluaskan konflik keluarga dengan memanfaatkan potensi konflik agama,” kata JalaludinRakhmat. Akibatnya dua nyawa melayang, puluhan luka-luka, 27 rumah terbakar, dan penganut Syiah di Sampang, Madura, terusir dari kampung mereka sendiri. Bagaimana ceritanya?
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang berasal dari Madura, tahu sejarahnya. Menurutnya, itu semua tak lain berawal dari soal cinta.
“Kasus itu gara-gara dua orang bersaudara yang sama-sama Syiah. Mereka sama-sama jatuh cinta pada gadis yang sama. Lalu salah seorang di antara mereka keluar dari Syiah. Orang-orang yang tidak tahu kemudian memprovokasi,” kata Mahfud, Selasa 28 Agustus 2012.
Intinya, konflik bermula dari pertengkaran antara dua saudara kandung. Mahfud mengklaim punya data-data historis di balik konflik horisontal di Sampang. Data-data itu bahkan telah ia sampaikan ke Majelis Ulama Indonesia, Menteri Dalam Negeri, DPR, dan berbagai institusi terkait.
Namun ia menyesalkan data-data tersebut bagai tak berharga karena konflik kembali terulang di Sampang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri, Senin 27 Agustus 2012, membenarkan rusuh Sampang tidak murni soal keyakinan atau pertentangan mahzab.
“Di satu sisi memang berkaitan dengan keyakinan. Di sisi lain juga soal konflik internal keluarga yang akhirnya saling berkaitan,” kata Presiden. Salah satu kisah di balik kasus Sampang disampaikan oleh Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) sekaligus pembina pesantren Syiah, Jalaludin Rakhmat.
Jalaludin menceritakan, peringatan Maulid Nabi di Sampang yang digelar Tajul Muluk pada 9 April 2007 silam, dihadang oleh 5.000 orang. Mereka meminta polisi membubarkan acara tersebut. Satu bulan kemudian, Tajul Muluk dilantik sebagai Ketua Umum IJABI Kabupaten Sampang periode 2007-2010, sedangkan kakaknya Roisul Hukama sebagai Dewan Penasehat IJABI.
Namun karena adanya konflik keluarga akibat persoalan cinta, Rois kemudian pindah ke Sunni. “Dia pindah ke pihak lawan Tajul Muluk untuk membangun kekuatan buat mengalahkan adiknya. Jadi dia meluaskan konflik keluarga dengan memanfaatkan potensi konflik agama,” kata Jalaludin.
Akibat konflik keluarga itulah, Kamis 29 Desember 2011, pesantren milik warga Syiah di Nangkernang, Sampang, Madura, dibakar massa. Tajul Muluk, pemilik pesantren Syiah yang dibakar massa itu, terusir dari kampungnya. Belum cukup deritanya, ia juga divonis dua tahun penjara atas tuduhan penistaan agama oleh Pengadilan Negeri Sampang.
Kini, konflik serupa kembali berulang. Minggu 26 Agustus 2012, saat 20 anak dari pemukiman Syiah di Desa Karang Gayam Madura yang bersekolah di Bangil Pasuruan, hendak kembali ke pesantren mereka di Pasuruan usai merayakan Idul Fitri di Sampang.
Murid-murid dan orang tua yang mengantarkan mereka, tiba-tiba dihadang oleh kelompok massa yang menggunakan 30 sepeda motor. Siswa Syiah yang sudah naik angkutan umum itu disuruh turun, sedangkan yang mengendarai kendaraan dipaksa pulang ke rumah mereka masing-masing.
Massa bahkan mengancam akan membakar angkot yang ditumpangi para siswa itu. Kelompok Syiah yang kemudian melawan, membuat massa makin beringas sehingga bentrokan tidak terhindarkan.
Kriminal Murni
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menegaskan kerusuhan di Sampang merupakan kriminal murni, bukan masalah agama. “Ini konflik keluarga yang berkembang di masyarakat, bukan masalah Syiah maupun anti Syiah,” kata dia.
Gamawan membenarkan ucapan Mahfud MD dan Jalaludin Rakhmat yang mengatakan konflik Sampang berawal dari masalah keluarga yang terjadi sejak 2004, yaitu antara Tajul Muluk dan Rois yang mempunyai masalah pribadi kemudian merembet ke jemaah mereka masing-masing.
“Keduanya kini berbeda aliran – satu Syiah, satu Sunni. Mereka juga memiliki banyak anak buah. Dari sini lah persoalannya. Jadi ini bukan masalah agama, tapi masalah pribadi yang dimiliki oleh kedua orang tersebut,” urai Mendagri.
Semalam, Mendagri telah menggelar pertemuan tertutup selama dua jam bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin, Menteri Agama Suryadharma Ali, Kepala BIN Letjen Marciano Norman, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, dan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo di Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Polri sendiri telah menetapkan satu tersangka dalam kerusuhan di Sampang. Tersangka tersebut berinisial R. “Ada delapan orang yang diamankan. Satu orang berinisial R kami tetapkan menjadi tersangka, sedangkan tujuh orang lainnya masih terus didalami,” kata Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Polisi masih terus memeriksa kasus tersebut secara detail. Penyidik Polri juga telah menahan tersangka itu. “Untuk sementara telah dilakukan satu penahanan. Diduga kuat dia pelaku penganiayaan dan penggerak massa,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar.
Mahfud MD menegaskan, saat ini tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan kasus Sampang kecuali dengan menegakkan hukum, yaitu menangkap dan menghukum pelaku penyerangan, pembakaran, dan pembunuhan terhadap dua warga Syiah di Sampang.
“Siapa yang salah, yang teledor, harus dihukum,” kata Mahfud. Ia menambahkan, tidak ada damai di Indonesia jika konflik-konflik SARA semacam itu terus terjadi. “Konfigurasi jumlah pemeluk agama di masing-negara negara itu berbeda. Jadi harus saling toleran,” ucap Mahfud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel Ini Bagus (Good) atau Jelek (Bad)? Please Comment here