INILAH.COM, Jakarta - Ikhwanul Muslimin (IM) memimpin oposisi publik terhadap Partai Demokratik Nasional berkuasa pimpinan Presiden Hosni Mubarak, yang telah berkuasa sejak 1981. Mampukah IM menaklukan Mubarak sekaligus AS dan Barat?
Sejak awal gerakan reformasi Kairo, Ikhwanul Muslimin telah menuntut Presiden Mesir Hosni Mubarak mengundurkan diri. IM meyakinkan puluhan ribu pengunjuk rasa di seluruh negeri Mesir turun ke jalan dalam sepekan terakhir ini. Kelompok Ikhwanul Muslimin yang sebelumnya enggan menampakkan diri, mulai unjuk gigi dan mencari kolaborasi dengan tokoh oposisi Mohammed Elbaradei. "Seluruh elemen pemerintahan termasuk presiden, partai dan anggota parlemennya harus membubarkan diri," demikian pernyataan Ikhwanul Muslimin, kemarin.
Sejak protes dimulai pekan lalu di Mesir, tercatat 140 orang tewas. Umumnya korban tewas akibat bentrokan antara pengunjuk rasa dan pihak kepolisian. Aksi kekerasan sebelumnya juga sempat berlangsung di Suez, Alexandria dan kota-kota besar lainnya.
Pihak berwenang Mesir menutup internet dan layanan ponsel di negara itu sejak pekan lalu dan memberlakukan jam malam di kota-kota besar. Para aktivis IM dari kalangan mahasiswa dan kelas menengah umumnya mahir menggunakan internet dan media elektronik lainnya.
IM mengajukan kandidat Mohamed ElBaradei sebagai calon pengganti Mubarak. Mantan kepala International Atomic Energy Agency (IAEA) berusia 68 tahun ini kembali ke Mesir pada 2010 setelah perjalanan karirnya berhasil membuat ElBaradei mendapatkan Hadiah Nobel bidang perdamaian pada 2005.
Sebagai seorang pengacara, ia memilih terjun ke dunia politik karena menganggap Mesir membutuhkan perubahan total. Pria ini juga dengan tegas meminta Presiden Hosni Mubarak turun untuk mengakhiri otoritas militer. Elbaradei memperoleh dukungan IM karena dianggap paling kredibel dan kapabel.
Ikhwanul Muslimin, atau al-Ikhwan al-Muslimun, Mesir adalah organisasi Islam tertua dan terbesar di negara itu. Didirikan oleh Hassan al-Banna pada 1920, kelompok ini telah mempengaruhi gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia dengan modelnya aktivisme dan intelektualisme politik yang dikombinasikan dengan kegiatan amal saleh Islam.
Gerakan ini awalnya ditujukan hanya untuk menyebarkan moral Islam dan kebajikan serta kesalehan, tetapi kemudian terlibat dalam politik, khususnya berjuang untuk menyingkirkan kontrol kolonial Inggris di Mesir dan membersihkan semua pengaruh Barat di negeri firaun itu.Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa mereka mendukung prinsip-prinsip demokratis. Slogan mereka yang paling terkenal, digunakan di seluruh dunia, adalah: "Islam adalah solusi".
Pada akhir 1940-an, kelompok ini diyakini memiliki sebanyak dua juta pengikut di Mesir. Dan pada periode yang sama ide-idenya telah menyebar di seluruh dunia Arab. Al Banna juga menciptakan sayap paramiliter, Special Apparatus, yang bergabung dengan perang melawan pemerintahan Inggris.
Pemerintah Mesir membubarkan kelompok tersebut pada tahun 1948-an karena dianggap menyerang kepentingan Inggris dan Yahudi. Segera setelah itu, kelompok itu dituduh membunuh Perdana Menteri Mahmoud al-Nuqrashi.
Kali ini IM yang tak dikehendaki AS/Barat itu, mampu mendesakkan perubahan di Mesir, yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan Israel maupun AS/Barat. Menlu AS Hillary Clinton terang-terangan menegaskan AS tak menghendaki IM dan Islam radikal lainnya berkuasa di Mesir.
Karena itu, diperlukan kecerdasan dan kecakapan politik IM untuk meyakinkan AS/Barat dan Israel bahwa jika kelak mereka berkuasa pasca Mubarak atau menang dalam pemilu mendatang, hal itu sah dan harus dihormati AS/Barat dan Israel sebagai konsekuensi logis dari demokrasi itu sendiri.
Bukankah menang kalah dalam demokrasi itu biasa saja? Ataukah memang AS/Barat dan Israel paranoid dan phobia terhadap Islam politik yang diusung Ikhwanul Muslimin? Mungkin proses perubahan di Mesir kelak menyediakan jawabannya. [berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel Ini Bagus (Good) atau Jelek (Bad)? Please Comment here