Apa hukumnya berbohong atas Nabi Muhammad SAW ? demikian pertanyaan seorang santri. Bukannya menjawab, As Syaikh malah memberikan sebuah kamoceng atau sulak yang terbuat dari bulu ayam. Kisah tentang kamoceng ini begitu masyhur dan disampaikan dalam berbagai versi namun memiliki pesan sama yaitu jangan sekali kali menebar kebohongan. As Syaikh menjelaskan hakikat dengan sangat halus namun tajam sehingga para santri tak berani sembarangan berdalil. Mereka takut masuk ke dalam kriteria berbohong atas nama Nabi Muhammad SAW. Berikut kisahnya
Ka Mo Ceng
As Syaikh memberikan sebuah kamoceng pada salah seorang
muridnya. Santri itu harus keliling kampung sambil mencabuti bulu-bulu kamoceng
dan menebarnya sepanjang jalan yang dilaluinya. Sekembalinya dari tugas itu
sang santri diperintahkan untuk mengumpulkan kembali semua bulu kamoceng yang
telah ditebarnya tadi. Tentu saja santri pulang dengan tangan hampa karena
bulu-bulu itu telah terbang dibawa angin.
Dalam majelis santri As Syaikh berkata,”Seperti itulah kabar
di masyarakat, sekali disampaikan akan segera menyebar tanpa bisa dikendalikan.
Ketika sadar bahwa itu berita bohong, lalu kalian berniat untuk meralat,
meluruskannya, maka hal demikian sia sia belaka karena fitnah telah meluas
seperti bulu-bulu kamoceng yang diterbangkan angin entah kemana.”
Jika yang kalian kabarkan itu perkataan orang biasa, mungkin
seseorang dengan mudah menolak dan meninggalkannya ketika mengetahui ada
kesalahan di dalamnya.
Namun jika yang kalian sebarkan itu kata-kata atau ajaran
yang dinisbatkan atas ulama atau ilmuwan maka masyarakat akan mengambilnya
sebagai ilmu yang diyakini kebenarannya, sehingga ketika suatu saat ada yang
menyadari kesalahan berita itu mereka akan kesulitan untuk memperbaikinya.
Masyarakat telanjur meyakini berita, teori, ilmu, ajaran yang salah itu sebagai
kebenaran.
Bagaimana halnya dengan menyebarkan kebohongan atas nama Nabi?
Tentu saja lebih parah lagi karena masyarakat akan menerima berita, teori,
ilmu, ajaran yang salah itu, kemudian meyakininya sebagai bagian dari keimanan,
meyakininya sebagai bagian dari agama.
Orang-orang yang memiliki kejujuran ilmiah dan berani
berpihak pada kebenaran akan menolak berita, teori, ilmu, ajaran yang
dikabarkan itu. Kemudian orang banyak akan menuduh mereka sebagai orang yang
mengingkari Nabi, menolak ajaran agama, kafir terhadap agama Allah.
Sebaliknya orang yang ingin patuh taat kepada Nabi terpaksa
membuang akal sehatnya, memaksa dirinya tetap meyakini berita, teori, ilmu,
ajaran yang salah itu sebagai kebenaran.
Hal demikian akan memicu sebuah kekacauan besar dalam masyarakat.
Orang sulit membedakan yang benar dari yang salah karena ajaran Nabi nampak
bertentangan dengan kebenaran. Semua
gara-gara berita, teori, ilmu, ajaran salah yang berasal dari berita bohong
yang dinisbatkan atas Beliau.
Oleh karenanya mengenai berita berita dari Nabi saw,
hendaklah dipastikan yang kalian dengar itu benar-benar dari Nabi. Tanyakan
kepada ahli hadits apakah benar-benar perkataan Nabi atau bukan. Jika ahli hadits saja tidak yakin itu
perkataan Nabi bagaimana mungkin kalian dengan ringan menyebarkannya di
tengah-tengah masyarakat?
Para santri tertunduk. Terngiang pesan tajam As Syaikh yang
hampir selalu diulang di setiap majelis tentang ancaman neraka bagi siapa saja
yang mengatakan qoola Rasulullah, padahal Nabi tidak pernah mengatakan hal yang
demikian. Naudzubillah min dzaalik
Hi, Really great effort. Everyone must read this article. Thanks for sharing.
BalasHapusI am totally stunned by your article. You saved my time I would have wasted by browsing for same information on internet. Thanks a million for sharing this article.
BalasHapus