BUNUH DIRI Isra' Mi'radj PasangIklanGratis Hijriyah vs Masehi Muhammad dan Anemogamy PasangIklanGratis Alam Semesta Terbatas PasangIklanGratis

Wujudul Hilal Sebuah Metoda Hisab Yang Jadi Sorotan

Wujudul Hilal (WH) yang dikenal sebagai metoda "milik" Muhammadiyah, belakangan ini menjadi sorotan, ketika dengan "berani" menyatakan bahwa 9 Juli 2013 kemarin = 1 Ramadhan untuk wilayah Indonesia, sementara sebagian besar kaum muslimin lainnya yang berada pada wilayah bujur yang sama, bahkan juga kaum muslimin yang berada di wilayah yang lebih barat dari itu,  semuanya menetapkan 1 Ramadhan = 10 Juli, bukan 9 Juli. WH merupakan sebuah metoda bukan ideologi bukan juga agama, sehingga pembahasan WH hendaknya tidak dikaitkan dengan keyakinan kelompok dalam hal ini Muhammadiyah. WH boleh dirombak, disempurnakan, atau diganti tanpa harus mempengaruhi "iman" Muhammadiyah. Berikut ini penjelasan mengenai WH melalui pendekatan yang lebih simpel untuk segera mengetahui titik masalahnya.


WH vs RH  (Wujudul Hilal vs Ru'yatul Hilal)

Salah satu cara sederhana memahami WH adalah dengan menyandingkannya dengan RH. WH yang diyakini sebagai sebuah metoda "baru" yang "pasti",  muncul sebagai "lawan" yang memiliki semangat menggantikan RH yang dianggap sebagai metoda lama yang mengandung ketidakpastian. Kritik WH atas RH disandarkan pada dua paradigma berikut:
1. Peredaran Bumi Matahari dan Bulan merupakan sebuah pola pergerakan yang bisa ditentukan posisinya pada saat tertentu dengan perhitungan. Hilal terbentuk menurut posisi bulan-matahari terhadap pengamat di bumi. Karena posisi bulan-matahari-bumi dapat dihitung dengan pasti maka kita bisa menentukan tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawal hanya dengan melakukan perhitungan tanpa harus observasi/ru'yat.
2. Pengamatan/ru'yat mengandung ketidakpastian karena dipengaruhi beberapa faktor teknis di lapangan. Sementara perhitungan dapat menentukan secara pasti posisi bulan-matahari-bumi. Hal ini membawa implikasi bahwa sangat mungkin Hilal tidak bisa terlihat ketika ru'yat dilakukan, padahal sebenarnya Hilal sudah Wujud.
WH menyandarkan hujjahnya pada  paradigma di atas, sehingga samasekali tidak diperlukan observasi maupun bukti empiris “terdeteksinya” hilal. Yang diperlukan WH adalah definisi “wujud” nya hilal. Kapan atau kondisi seperti apa yang disebut Hilal sudah Wujud itu? 


Kapan Hilal disebut sudah Wujud?


Minimal ada tiga kondisi yang dipahami sebagai saat Hilal sudah Wujud. Beberapa pengusung WH nampaknya tidak cukup menaruh perhatian untuk menyepakati tiga kondisi yang saling berlainan ini. Kita bisa simak gambar berikut:  




Tiga kondisi di atas harus disepakati salah satunya. Kriteria "moonset after sunset" bukanlah satu kriteria spesifik karena ketiga kondisi dalam gambar di atas semuanya bisa masuk dalam kriteria tersebut. Beberapa orang memilih aman dengan merapatkan opini menuju paradigma Hisab yang tidak memerlukan "terinderanya" hilal. Mereka memilih kondisi ketiga sebagai kriteria Wujud nya Hilal. Mereka mengatakan bahwa yang terpenting adalah Konjungsi sudah terjadi, dan sebarang waktu setelah konjungsi adalah waktu yang menandakan bahwa Hilal sudah Wujud (delta T lebih besar atau = nol). Statement ini sejalan dengan paradigma Ijtimak Qoblal Ghurub (IQG). Akan tetapi benarkah IQG tidak bertentangan dengan WH? Beberapa fakta justru menunjukkan hal sebaliknya.


WH vs IQG (Wujudul Hilal vs Ijtimak Qoblal Ghurub)

Kriteria IQG merupakah patokan paling mudah difahami. Ada beberapa usaha mengakomodir IQG ke dalam paradigma WH, dengan statement, "Jika  Ijtimak (konjungsi bulan-matahari) sudah terjadi maka saat maghribnya sudah pasti Hilal Wujud." Akan tetapi fakta astronomis berbicara lain. IQG tidak selalu berkorelasi dengan Wujud atau tidaknya Hilal.
Secara teori hilal terbentuk jika posisi matahari-bulan dan pengamat tidak lagi berada dalam satu garis lurus sehingga ada bagian bulan yang tersinari matahari, yang sebagian pantulan sinarnya mengarah ke pengamat di bumi. 
Berdasarkan teori ini tidak salah apabila WH menyimpulkan bahwa sesaat setelah konjungsi matahari-bulan-pengamat tidak lagi segaris, oleh karenanya Hilal pasti sudah Wujud. Akan tetapi IQG bukan menyempurnakan WH melainkan justru akan menggantikan WH berdasarkan fenomena berikut:

1. Perbedaan "Posisi Lintang" Matahari dan Bulan
Menurut pengamat di bumi, bulan bisa terlihat lebih utara dari matahari atau sebaliknya, bulan lebih selatan dari matahari. Artinya matahari-bulan-bumi hampir selalu tidak pernah segaris termasuk ketika ijtimak atau konjungsi terjadi. Kondisi benar benar segaris hanya terjadi saat terjadi gerhana matahari total atau cincin. Oleh karenanya secara teori sebenarnya Hilal hampir selalu Wujud baik sebelum konjungsi, saat konjungsi maupun setelah konjungsi. Kita bisa lihat ilustrasi berikut:
Ada delapan posisi yang kesemuanya menunjukkan Wujud nya Hilal.  Artinya ketika letak bulan lebih utara atau lebih selatan dari matahari, teropong canggih ala T. Legault -jika berita itu benar- akan selalu bisa menjepret hilal, baik sebelum konjungsi, saat konjungsi maupun setelah konjungsi. (ctt: hasil jepretan T. Legault mirip gambar hilal pra konjungsi bagian utara / kanan bawah).
Sementara IQG mengabaikan semuanya itu. Menurut IQG satu satunya batas hanyalah saat konjungsi, tanpa menyertakan batasan wujud atau tidaknya hilal. Artinya tidak mungkin mengakomodir IQG untuk menyempurnakan akurasi WH karena sejatinya IQG terhadap WH tidak bersifat komplementer melainkan saling menggantikan. Ketika IQG digunakan maka WH menjadi tidak relevan.

2. Orbit Elips Bulan Mengelilingi Bumi dan Orbit Elips Bumi Mengelilingi Matahari
Orbit bulan mengelilingi bumi berbentuk elips, artinya adakalanya bulan berada pada jarak terdekat dari bumi, pada saat lain berada pada jarak terjauh. Implikasinya menurut pengamat di bumi piringan bulan terlihat paling besar ketika jaraknya terdekat, dan terlihat paling kecil ketika jaraknya terjauh.
Hal serupa juga terjadi pada matahari karena orbit bumi mengelilingi matahari juga berbentuk elips. Fenomena ini menyebabkan perbandingan besarnya lingkaran bulan dan matahari menurut pengamat di bumi tidak selalu sama. Pada satu saat lingkaran matahari lebih besar pada saat yang lain lebih kecil dibanding lingkaran bulan. Coba perhatikan ilustrasi berikut:
1. Piringan Matahari < Piringan Bulan : Sinar matahari sepenuhnya terhalang sehingga pengamat melihat matahari tertutup bulan (Gerhana Matahari Total)
2. Piringan Matahari = Piringan Bulan : Sama dengan kondisi 1, pengamat tidak melihat piringan matahari (Gerhana Matahari Total)
3. Piringan Matahari > Piringan Bulan : Bagian pinggir piringan matahari terlihat oleh pengamat di bumi (Gerhana Matahari Cincin). Pada kondisi ini sebenarnya ada bagian bulan yang memantulkan sinar matahari ke arah bumi (lihat panah kuning)

Pada kasus ketiga (Gerhana Matahari Cincin) sebenarnya yang sampai pada pengamat di bumi ada 2 sinar yaitu sinar dari piringan luar matahari dan pantulan dari piringan luar bulan. Pantulan dari piringan luar bulan ini sama hakikatnya dengan hilal tetapi berbentuk garis satu lingkaran penuh. Dengan memanipulasi tingkat kecerahan objek, kita bisa menangkap citra hilal baik sebelum konjungsi, saat konjungsi, maupun sesudahnya. Dengan kata lain hilal selalu wujud pada sebarang waktu sebelum konjungsi-saat konjungsi dan setelahnya.
Satu satunya posisi bulan-matahari yang ideal untuk menjelaskan bahwa Hilal bisa Wujud sesaat setelah konjungsi adalah ketika terjadi gerhana matahari total. Itupun kalau lingkaran bulan tepat sama besar dengan piringan matahari. (Lihat gambar atas bagian tengah)

Jika piringan bulan dan matahari tidak sama besar maka hanya ada dua kemungkinan berikut:
Wujud Hilal Saat Gerhana Matahari Total dan Cincin
1. Foto kiri (Gerhana Matahari Total): Pada kasus "piringan matahari=piringan bulan", garis luar matahari dan bulan berimpit saat konjungsi, sehingga sebarang waktu setelah konjungsi pasti hilal sudah wujud. Tetapi untuk kasus "piringan matahari <piringan bulan", piringan bawah bulan lebih rendah dari piringan bawah matahari sehingga hilal tidak serta merta wujud meskipun saat konjungsi telah lewat.
2. Foto kanan (Gerhana Matahari Cincin) : Karena "piringan matahari > piringan bulan" maka akan selalu ada bagian bulan yang memantul kan cahaya matahari ke bumi. Hilal terbentuk sebagai garis tipis terang di sepanjang pinggir lingkaran bulan. Pada foto kanan, letaknya ada di pinggiran lingkaran hitam bulan. Dalam foto tidak nampak karena sinar matahari (orange) jauh lebih terang.

Beberapa fenomena ini memberikan dua pilihan sulit bagi penganut WH, mengambil IQG sebagai acuan atau mengembalikan pengertian "wujud" mendekati pengertian "ru'yat". Artinya yang dimaksud hilal sudah wujud adalah telah wujud dalam receptor pengamat.

Para pengusung WH tampaknya lebih nyaman memilih langkah pertama yaitu mengakomodir IQG meskipun konsekuensinya konsep WH menjadi tidak bermakna. Apakah selesai sampai di sini? Ternyata tidak, karena IQG tidak kontekstual terhadap bahasan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal. IQG mengabaikan "hilal", sementara dalam masalah 1 Ramadhan dan 1 Syawal justru "hilal" inilah yang menjadi subyek bahasan utama.

Pembahasan IQG versus Ru'yatul Hilal disajikan dalam artikel tersendiri, insyaallah. Jika ada yang salah tentu disebabkan kebodohan saya, dan tentu saja jangan diikuti. Sekiranya ada yang benar sesungguhnya kebenaran datang hanya dari sisi Allah. Dan sebaik baik orang adalah yang bersegera menanggalkan yang salah dan menggantikannya dengan kebenaran.

(by Adil Muhammadisa)

Related Post / Artikel Terkait:



4 komentar:

  1. Selama menggunakan Rukyat ... Umat islam GAK AKAN PUNYA KALENDER SENDIRI DAN SELAMANYA KITA AKAN TERGANTUNG DI KALENDER UMAT NASRANI... KAPAN UMAT ISLAM AKAN BANGKIT ??????????????????

    BalasHapus
  2. sejak dahulu dari masa Rasullullah saw sudah bangkit, mulai tenggelam setelah umat Islam senang bertengkar dan debat kusir !!!!!!!!!!

    BalasHapus
  3. Untuk apa Kalender??? Kalender Nasrani jg tak pernah dipake ibadah

    BalasHapus

Artikel Ini Bagus (Good) atau Jelek (Bad)? Please Comment here