BUNUH DIRI Isra' Mi'radj PasangIklanGratis Hijriyah vs Masehi Muhammad dan Anemogamy PasangIklanGratis Alam Semesta Terbatas PasangIklanGratis

Kalimat Terakhir Mbah Maridjan, Wawan Vivanews dan Dr Tutur

Mengetahui telah terjadi erupsi di bagian barat Merapi hingga sejauh 7 kilometer Agus kemudian mengajak Mbah Maridjan untuk turun ke pengungsian."Orang-orang mau saya bawa, si Mbah turun nggak?" Agus Wiyarto (kerabat dekat Mbah Maridjan) membujuk. Tapi Mbah Maridjan diam. Tak lama kemudian sirene tanda bahaya berbunyi. Orang-orang segera diungsikan. Agus, Wawan, Tutur, keluarga Mbah Maridjan, dan warga sekitar, mengungsi menumpang dua mobil. Wawan berkali-kali mengulang keluhannya kepada Agus. "Harusnya saya....bersama si Mbah." ....Tetapi...

Mbah Maridjan memang menolak dievakuasi. Pada waktu Gunung Merapi meletus pada 2006, Mbah Maridjan juga tetap memilih bertahan, walau dibujuk langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. 
Sesampainya di tempat pengungsian, tiba-tiba muncul inisiatif untuk menjemput kembali Mbah Maridjan. "Pak saya mau jemput si Mbah," kata Tutur Prijono kepada Agus. Agus sempat melarang, "kamu jangan sembrono, jangan gegabah."  Namun keinginan menjemput Mbah Maridjan begitu kuat. Agus tak bisa menahan Tutur dan Wawan kembali ke atas menumpang mobil Suzuki APV.
Di sela-sela upayanya menjemput Mbah Maridjan, Wawan sempat berkomunikasi dengan sahabatnya, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Rinny Soegiyoharto. "Saya lagi di rumah Mbah Maridjan. Saya menunggu, dia lagi shalat," kata Wawan kepada Rinny lewat ponselnya, pada pukul 18.29 WIB.
Kepada Rinny, Wawan sempat menceritakan harapannya agar Mbah Maridjan mau ikut mengungsi seusainya ibadah shalat. Rini pun mengingatkan agar Wawan berhati-hati. Sebab, di ujung telepon ia mendengar bunyi sirene meraung-raung. 
Sesaat kemudian, dari telepon Rini mendengar suara "Aduh, aduh, ada api, ada api." Kemudian telepon terputus. Rupanya itu adalah suara terakhir Wawan yang terdengar. Berulang kali ia dihubungi, tak pernah tersambung.
                                          ***
Sehari sebelum Merapi meletus, Mbah Maridjan sempat berkata bahwa ia masih kerasan dan betah tinggal di kampungnya. "Kalau ditinggal nanti siapa yang mengurus tempat ini?" 
Pada suatu kesempatan di tahun 2006, Mbah Maridjan juga mengatakan bahwa setiap orang punya tugas sendiri-sendiri. "Wartawan, tentara, polisi punya tugas. Saya juga punya tugas untuk tetap di sini," kata dia.
Yang Mbah Maridjan tahu, ia musti menunaikan janjinya kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang mengangkatnya sebagai juru kunci, untuk merawat Merapi.
Totalitas yang sama, kurang lebih juga diperlihatkan Wawan dalam menunaikan tugasnya sebagai seorang jurnalis sekaligus memenuhi naluri kemanusiaannya.

Related Post / Artikel Terkait:



4 komentar:

  1. kontol tua kerjaannya cuma cari sensasi. mampuz loe. anjing kgk pernah sekolah, buta huruf

    BalasHapus
  2. astaghfirullah jaga omongan anda...

    BalasHapus
  3. Jika Sdr. belum memahami arti sebuah penunaian panggilan kesetiaan tugas janganlah berkomentar seperti itu, anda bukan hanya menghina 1 orang saja, tapi beribu ribu orang yang setia pada tugas dan pengorbanannya.

    BalasHapus
  4. tolong adminnya ato yg punya blog..saya salut anda tapi tolong sekali lagi.mana yang pantas di hapus dan mana yang tidak...

    BalasHapus

Artikel Ini Bagus (Good) atau Jelek (Bad)? Please Comment here