Laman

Sholatlah Seperti Imam dan Makmum Lainnya (Joke)

Tentu saja ini sebuah joke fiktif. Adakalanya sebuah joke bisa menjelaskan satu problem dengan lebih jelas, tapi dalam artikel ini setidaknya tujuan joke untuk membuat tertawa atau minimal senyum simpul sudah cukup mengena, meskipun efektifitasnya tetap saja bergantung pada selera humor pembaca dan ketrampilan "tafsir visual" atas sebuah teks. Alkisah seorang mualaf baru pertama kali ikut sholat di masjid sebuah pesantren. Dia bertanya pada Kiyai,....

"Kiyai, gimana caranya sholat?" Pak Kiyai menjawab,"Ikut aja sholat bareng berjamaah. Ikuti gerakan imam, ikuti apa yang dilakukan makmum yang lain. Yang lain rukuk, kamu ikut rukuk. Imam sujud kamu ikut sujud. Yang penting tirukan saja. mudah bukan?" "Baik Pak Kiyai", jawab san muallaf mantap.


Singkat kata sholat sudah dimulai. Sang muallaf mengambil tempat tepat di belakang pak Kiyai yang bertindak sebagai imam. Takbir dimulai, rukuk dan i'tidal juga biasa saja. "Huru-hara" terjadi ketika sujud dimulai. Lazim nya jamaah pesantren baik makmum maupun imam memakai sarung (tanpa celana). 

Sebagian besar makmum adalah anak anak santri. Rupanya sebelum sholat dimulai para santri saling "bergunjing" tentang sang muallaf apakah sudah dikhitan atau belum. Mereka sepakat untuk membuktikan gunjingan tersebut. Saat sujud, seorang santri merogoh sarung sang mualaf dari belakang. 

Merasa sarungnya dirogoh santri dari belakang, sang muallaf berfikir,"Oooo kalau sedang sujud kita harus merogoh sarung orang yang ada di depan kita", sembari berfikir demikian dia merogoh sarung Kiyai yang berada tepat di depannya.

Tentu saja sang Kiyai kaget dan menggerutu dalam hati, "Ini muallaf kelewatan banget, mosok sujud pakai ngerogoh sarung imam segala, kurang ajar nih!" Pak Kiyai kesal dan menendang ke belakang untuk menghentikan "aksi rogoh" sang muallaf.

Menerima tendangan pak Kiyai, sang muallaf berfikir kembali, "Oooo, kalau habis merogoh ke depan, kita harus menendang keras keras kepala orang yang di belakang kita!"

Tendangan sang muallaf pun segera bersemayam di kepala sang santri yang tengah asyik mencari bukti khitan nya sang muallaf.

(ditulis kembali oleh Adil Muhammadisa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Ini Bagus (Good) atau Jelek (Bad)? Please Comment here